Clostridium Perfringens
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari mahluk
hidup yang sangat kecil( diameter kurang dari 0,1mm) yang tidak dapat dilihat
dengan mata biasa tanpa bantuan suatu peralatan khusus.
Mahluk ini yang disebut jasad renik / mikroorganisme,
terdapat dimana-mana. Diantaranya ada yang bermanfaat bagi kehidupan manusia,
tetapi banyak pula yang merugikan seperti misalnya yang menimbulkan berbagai
penyakit.
Dalam mikrobiolog kedokteran, dipelajari mikroorganisme
yang ada kaitannya dengan penyakit (infeksi), dan dicari jalan bagaimana cara
pencegahan, penanggulangan serta pemberantasannya.
Penyakit infeksi sebenarnya sudah diknal sejak dahulu.
Manusia purba menganggap bahwa penyakit infeksi merupakan suatu kutukan para
dewa atas dosa-dosa manusia sehingga untuk menyembuhkan penyakit tersebut
dilakukan pengorbanan-pengorbanan.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa mikrobiologi telah
mengubah pandangan manusia mengenai timbulnya penyakit- penyakit dan menyingkirkan
pendapat atau kepercayaan terhadap generatio
spontanea serta menempatkan proses pembusukan atau fenomena-fenomena lain
yang serupa pada tempat yang sebenarnya dalam siklus benda, baik yang hidup
maupun yang mati.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
gambaran secara umum?
2.
Penyakit
apa yang disebabkan dan bagaimana patogenesisnya?
3.
Bagaimana
cara kontaminasi?
4.
Apa
media kultur untuk deteksi?
5.
Bagaimana
cara mencegah kontaminasi?
1.3 Tujuan Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui morfologi dan fisiologi bakteri Clostridium
perrfringens
2. Untuk mengetahui penyakit yang disebabkan bakteri Clostridium perrfringens
3. Untuk mengetahui pengobatan untuk penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Clostridium
perrfringens
4. Untuk mengetahui cara kontaminasi bakteri Clostridium perrfringens
5. Untuk mengetahui media kultur yang digunakan
mendeteksi bakteri Clostridium
perrfringens
BAB II
2.1 Pengenalan Bakteri
Clostridium perfringens ialah bakteri yang bersifat anaerob, gram positif, batang yang membentuk
spora. C. perfringens tumbuh dengan
cepat di dalam makanan, terutama makanan yang berasal dari hewan. Bakteri ini
tidak menghasilkan toksin ketika tumbuh di dalam makanan, tetapi hanya setelah
terangsang untuk bersporulasi oleh lingkungan asam. Toksin berinteraksi dengan
mukosa intestinal, dan menyebabkan diare (Turcsan et al. 2001). Tidak semua
kasus diare C. perfringens disebabkan
oleh makanan yang terkontaminasi. Penggunaan antibiotik dapat mengganggu koloni
mikroflora dan memberi kesempatan kepada C.
perfringens untuk berkembang pada level yang lebih tinggi (Elwinger et al. 1998).
Clostridium perfringens merupakan salah satu bakteri yang dapat membawa dampak terhadap masalah
kesehatan dan kerugian ekonomi dalam produksi ayam terutama disebabkan oleh
diare, nekrotik enteritis, hepatitis, dan renitis (Lovland dan Kaldhusdal
2001).
2.2 Struktur Sel Bakteri
C. perfringens merupakan
bakteri patogen invasif yang berbentuk batang,
non- motil, bersifat gram positif
dan anaerob serta mempunyai spora yang relatif
stabil terhadap panas.
Klasifikasi dari bakteri Clostridium
perfringens:
Kingdom : Bacteria
Division : Firmicutes
Class : Clostridia
Order : Clostridiales
Family : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Species : perfringens
Binomial : Clostridium
perfringens
Clostridium
perfringens secara
luas dapat ditemukan dalam tanah dan merupakan flora
normal dari saluran usus manusia
dan hewan-hewan tertentu. Bakteri ini dapat tumbuh cepat
pada makanan yang telah dimasak
dan menghasilkan enterotoksin yang dapat mengakibatkan
penyakit diare. Sayuran dan
buah-buahan akan terkontaminasi sporanya melalui tanah. Makanan asal
hewan (daging dan olahannya) akan terkontaminasi melalui proses pemotongan
dengan spora dari lingkungan atau dari saluran usus hewan
yang dipotong. Makanan-makanan kering sering menjadi
sumber bakteri ini dan pembentuk spora lainnya. Ketahanan spora bakteri ini terhadap
panas bervariasi di antara strain. Secara garis besar spora dapat dibagi dalam
dua kelompok, yaitu spora yang tahan panas (90° Celsius
selama 15 sampai 145 menit) dan spora yang tidak tahan
panas (90° Celsius, 3 sampai 5 menit). Spora yang tahan panas secara umum membutuhkan
heat shock 75-100 derajat Celsius selama 5 sampai 20 menit untuk proses germinasi
(perubahan spora menjadi bentuk sel vegetatif). Keracunan makanan oleh
Clostridium perfringens hampir selalu melibatkan peningkatan
temperatur dari makanan matang. Hal ini dapat dicegah
dengan cara makanan matang segera dimakan setelah dimasak, atau segera disimpan
dalam refrigerator bila tidak dimakan, dan dipanaskan kembali sebelum
dikonsumsi untuk membunuh bakteri vegetatif.
Klostridia menghasilkan sejumlah
besar toksin dan enzim yang mengakibatkan penyebaran
infeksi. Toksin alfa Clostridium perfringens tipe A adalah suatu
lesitinase, dan sifat
2.3 Morfologi Bakteri
Batang
gemuk garam positif, berbentuk lurus, sisinya sejajar, ujung-ujungnya
membulat/bercabang & berukuran 4 – 6 µ x 1 µ, sendiri-sendiri / tersusun
bentuk rantai. Bersifat pleomorfik, sering tampak bentuk-bentuk involusi dan
& filament. Bersimpai dan tidak bergerak. Sporanya sentral / subterminal
2.4 Media Kultur
2.5 Penyakit dan Pencegahan
Kebanyakan penyakit bakerial dimulai dengan kolonisasi
bakteri. Pengecualian terhadap cara ini merupakan pada bakteri yang menyebabkan penyakit dengan
menghasilkan eksotoksin ketika perkembangannya. Eksotoksin teringesti dan
bertanggung jawab terhadap gejala penyakit. Contoh bakteri yang menimbulkan
penyakit tanpa dimulai dengan kolonisasi adalah C. perfringens (Salyers dan Whitt 1994).
Dimana pada bakteri teringesti bersama makanan
terkontaminasi serta menghasilkan eksotoksin ketika mengalami sporulasi di
dalam intestinal. Sporulasi merupakan respon umum dari pembentukan spora
terhadap tekanan dan lingkungan asam (McClane 2000).
Gastroenteritis adalah salah satu
penyakit ang disebakan oleh Clostridium perfringens.
Gastroenteritis ini disebabkan
karena memakan makanan yang tercemar oleh toksin (racun) yang dihasilkan
oleh bakteri Clostridium perfringens.
Cara-cara
Penularan
Cara penularan adalah karena
menelan makanan yang terkontaminasi oleh tanah dan tinja
dimana makanan tersebut
sebelumnya disimpan dengan cara yang memungkinkan kuman
berkembangbiak. Hampir semua KLB
yang terjadi dikaitkan dengan proses pemasakan makanan dari
daging (pemanasan dan pemanasan kembali) yang kurang benar, misalnya kaldu
daging, daging cincang, saus yang dibuat dari daging sapi,
kalkun dan ayam. Spora dapat bertahan hidup pada suhu
memasak normal. Spora dapat tumbuh dan berkembang biak pada saat proses pendinginan,
atau pada saat penyimpanan makanan pada suhu kamar dan atau pada saat pemanasan
yang tidak sempurna. KLB biasanya dapat dilacak berkaitan dengan usaha
katering,
Distribusi
Penyakit
Penyebaran penyakit ini sangat
luas dan lebih sering terjadi di negara-negara dimana
masyarakatnya mempunyai kebiasaan
menyiapkan makanan dengan cara-cara yang dapat
meningkatkan perkembangbiakan clostridia.
Reservoir
Tanah, berperan sebagai reservoir
saluran pencernaan orang-orang sehat dan binatang
(lembu, babi, ayam dan ikan),
juga dapat berperan sebagai reservoir.
Gejala
Gastroenteritis yang terjadi
biasanya ringan meskipun dapat menjadi berat dengan gejala
berupa:
v nyeri perut
v perut kembung
karena penimbunan gas
v diare berat
v dehidrasi
v syok.
Pengobatan
Pengobatan penyakit ini dapat
dilakukan dengan, penderita diberi cairan dan dianjurkan
untuk istirahat. Pada kasus yang
berat, diberikan penicillin. Jika penyakit ini sudah merusak
bagian dari usus halus, mungkin
perlu diangkat melalui pembedahan.
Pencegahan
Hal-hal yang dapat dilakukan
untuk melakukan tindakan pencegahan penyebaran bakteri
Clostridium perfringens adalah
dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Pendidikan
tentang dasar-dasar kebersihan merupakan hal yang sangat penting dalam sanitasi makanan
2. Jangan
biarkan makanan berada pada suhu kamar yang memungkinka mikroorganisme yang
mengkontaminasi berkembang biak
3. Lakukan
pemasakan dengan sempurna sebelum dihidangkan agar dapat tercegah dari infeksi dan keracunan.
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
C.
perfringens bersifat anaerob, positif gram batang yang
membentuk spora. Bakteri
yang lolos dari pH asam segera bermultiplikasi, kemudian mengalami sporulasi.
Toksin berakumulasi di dalam sitoplasma sel host dan dilepaskan ke dalam lumen
intestinal, kemudian segera terikat dengan reseptor pada epitel melalui
ekspresi Claudin dan protein membran 40 – 50 kDa, sehingga toksin terjerat
diantara keduanya. Toksin yang terjerat akan membentuk suatu kompleks yang
dapat menyebabkan munculnya suatu pori membran, sehingga meningkatkan
permeabilitas terhadap kation, anion, dan molekul organik kecil seperti asam
amino yang mengganggu proses vital metabolik. Equilibrium tekanan osmotik sel
akan terganggu karena masuknya air ke dalam sel dan dapat memperlonggar membran
plasma sehingga sel mengalami lisis. Alfa toksin yang dihasilkan oleh C.
perfringens menyebabkan nekrosa pada mukosa intestinal yang diawali dari
ujung villi. Lesi nekrotik akan menyebar secara luas. Toksin C. perfringens tipe
A tidak hanya merusak enterosit sebagai organ target utama, tetapi juga
parenkim hati dan sel-sel endotel di dalam hati dan ginjal. Efek patologi utama
adalah lesi mitokondria hepatosit dan di dalam sel-sel epitel tubular ginjal. Pemberian flora normal usus
secara langsung akan meningkatkan kuantitas flora normal sehingga mengurangi
kesempatan C. perfringens untuk bersaing. Sedangkan pemberian probiotik
akan memacu perkembangan flora normal yang ada di dalam intestinal. Peningkatan
flora normal akan membantu penyerapan zat nutrisi menjadi lebih efisien.
Daftar
Pustaka
Darmawi.
(2014). Aktivitas Toksin Clostridium perfringens dan Pencegahannya Pada Ayam.
Daulay, H. D.
(2012). Analisis Bakteri Clostridium perfringens Pada Sedimen di Perairan
Bengkalis provinsi Riau.
Kumala, F. (2012). Pengertian
dan klasifikasi Clostridium perfringens.
Komentar
Posting Komentar